Beberapa hari setelah saya menulis bertemu malaikat, seorang teman yang belum terlalu lama saya kenal datang berkunjung. Di satu momen teman saya bercerita tentang ustadz yusuf mansur yang secara tidak sengaja dia tonton di salah satu kanal TV. Di situ si ustadz ini bercerita tentang masa lalunya yang kelam. Ustadz pernah dipenjara sampai dua kali, dan ketika berada di penjara itulah dia mendapatkan pengalaman yang mungkin menjadi sebuah titik balik baginya. Suatu saat ketika ustadz merasa sangat lapar, dia mendapatkan sepotong roti. Sebelum disantapnya roti itu, ustadz melihat segerombolan semut berparade di lantai. Ustadz mengira kalau semut-semut itu pasti sangat kelaparan, sehingga roti itu pun tidak jadi dimakan dan malah ditaruh di lantai supaya semut-semut itu bisa mengganyangnya. Ustadz yang masih lapar ini telah memberikan rejekinya untuk makhluk yang derajatnya lebih rendah dari manusia, dan yang ustadz pikir mungkin lebih kelaparan daripada dirinya sendiri. Ternyata tidak lama setelah itu, seorang penjaga datang dan bertanya kepada ustadz, “udah makan belum lo?”. Ustadz pun menjawab belum. Penjaga tadi langsung menyodori ustadz dengan makanan yang nikmatnya mungkin melebihi nikmat dalam sepotong roti. Dan dari situ, pandangan sang ustadz tentang kehidupan mulai berubah.
Saya sendiri tidak menonton acara di TV itu, tapi kira-kira seperti itulah yang diceritakan oleh teman saya yang notabene bukan seorang muslim. Pak adel di tulisan saya sebelumnya juga sempat menceritakan masa lalu ustadz yusuf mansur yang kelam.
Dan sepulang teman saya, saya yang memang suka berpikir jadi kepikiran lagi, “Mungkinkah malaikat menjelma menjadi binatang?”. Cicak yang nangkring di dinding kamar langsung menyahut, “Ya nggak mungkin laahh…binatang kan gak punya kehendak bebas. ngapain juga tuhan repot-repot ngutus malaikat menjelma jadi binatang. tinggal kasih memo, disuruh apa aja mau tu semut, lain ama lo…”.
“Oo iya yaa…kadang-kadang pinter juga lo cak”. Cicak menyambung lagi, “Jadi manusia itu repot, memiliki kehendak bebas yang luar biasa besar tanggung jawabnya. Dengan kehendak bebas, manusia bisa berkata ‘tidak’ kepada tuhan, dan dengan kehendak bebas pula manusia bisa berkata ‘ya’ kepada tuhan.” Saya hanya manggut-manggut mendengarkan cicak berkicau. “Jangan manggut-manggut aja lo…kayak orang-orangan sawah aja. Nih ada sepenggal petuah bagus dari seorang sastrawan inggris, C.S. Lewis, free will is what made evil possible. why then did God give creatures free will? Because free will, though it made evil possible, is the only thing that made possible any love or goodness or joy worth having.”. “Busyet! Bisa ngoceh inggris juga lo cak… ”
Belum puas juga cicak yang satu ini berceramah. “Makanya kamu jangan bersikap baik ama atasan aja, ato calon mertua, ato warung sebelah yang sering lo ngutang. Kamu gak pernah nyangka kapan kamu bakalan ketemu malaikat. So, perlakukan orang lain dengan cara yang sama seperti kamu mengharapkan orang lain memperlakukanmu.”
Selesai berceramah, si cicak buang hajat di atas kasurku, warnanya hitam seperti bubur ketan hitam yang baru masak. Dalam hati dongkolnya bukan main, pingin banget nonjok mukanya. Sambil berlari menjauh, si cicak berteriak “awas lo… gak boleh marah, gue kan makhluk ciptaan tuhan juga.”